PENDIDIKAN FORMAL DAN KOMPETENSI STAF/PUSTAKAWAN
Oleh:
Iskandar
(Pustakawan
Madya Unhas)
Tulisan ini merupakan
jawaban atas pertanyaan yang diajukan pada sebuah diskusi, tentang persoalan
atau permasalahan dalam dihadapi oleh
pustakawan, apapun jenis perpustakaannya. Salah satu persoalan atau permasalahan itu adalah Pendidikan Formal dan Kompetensi
Staf/Pustakawan Kurang Diperhatikan oleh Lembaga Induk.
Pendidikan formal atau pembelajaran merupakan elemen
penting dalam perbaikan dan keberhasilan tugas. Pembelajaran juga merupakan
dasar rasional untuk bertindak dan merupakan elemen penting dalam perbaikan.
Tingkat dan luasnya perbaikan dapat dijabarkan dengan membuat perbaikan proses
dan sistem sebagai bagian dari strategi perpustakaan. Sistem tersebut harus mendukung
pengembangan keterampilan dan pengetahuan anggota perpustakaan dalam melakukan
perbaikan.
Untuk itu, hal-hal yang harus
diperhatikan dalam merancang sistem perbaikan perpustakaan adalah sebagai
berikut:
a) Pendidikan dan pelatihan.
Bila pustakawan sepakat dan
terikat dengan usaha perbaikan, mereka pasti mengerti tentang perlunya
perbaikan. Rencana untuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi anggota
perpustakaan mengenai konsep perbaikan harus dimulai dari pendidikan.
b) Teladan manajer.
Penugasan bagi anggota
perpustakaan untuk mempelajari dan bekerja untuk perbaikan mungkin akan lebih
berhasil apabila manajer memberi contoh dalam perilaku. Sistem dan praktik yang
salah akan menciptakan kondisi perbaikan yang bersinambungan tidak dapat dilakukan.
c) Tanggung jawab yang
jelas.
Semua deskripsi kerja harus
diubah untuk disesuaikan dengan pembelajaran dan perbaikan yang diharapkan,
begitu juga dengan kenyataan mengenai tanggung jawab karyawan terhadap
pemakaian output yang dihasilkannya. Misalnya, tanggung jawab
administratif bagian personalia adalah untuk mendukung kelancaran
ketatalaksanaan kantor.
d)
Perbaikan
diidentifikasi sebagai strategi yang penting.
Perencanaan strategi harus menyatakan bahwa perbaikan
kualitas sistem, proses, dan produk atau jasa merupakan strategi perpustakaan
sehingga akan dilakukan dengan bersungguh-sungguh.
e) Identifikasi dan
prioritas tindakan perbaikan.
Tanpa bimbingan manajemen, hasil
dari usaha perbaikan hanya akan berupa perubahan yang sangat kecil terhadap
efektivitas perpustakaan. Untuk mencapai perbaikan yang signifikan; kegiatan
perbaikan harus dipilih yang memiliki dampak potensial terhadap customer
value dan tercapainya tujuan perpustakaan.
f) Metode sistemik untuk
perbaikan.
Jika pembelajaran digunakan dalam
konsep dan metode baru untuk perbaikan, tim kerja memerlukan petunjuk bagaimana
melaksanakan perbaikan tersebut.
g)
Review terhadap perbaikan.
Manajer terbiasa mereview
hasil dari metode untuk mencapai hasil tersebut (output). Jika hanya
hasilnya yang direview maka tidak ada dorongan bagi anggota perpustakaan
untuk mengubah metode atau cara mereka melakukan pekerjaan tersebut. Review
terhadap proses memungkinkan anggota tim untuk mengenali pekerjaannya dan
mendukung peran baru manajer. Adopsi proses tersebut memerlukan kondisi sebagai
berikut:
(1)
Manajer harus
memahami konsep dan metode perbaikan sistem dan proses.
(2)
Manajer harus
mengubah perannya, dari menilai hasil menjadi berpartisipasi dalam perbaikan
dan pengembangan pengetahuan serta kemampuan orang-orang yang ia kelola.
(3)
Manajer harus yakin bahwa proses tersebut akan dapat
memperbaiki kinerja jangka panjang.
h) Identifikasi hambatan
perbaikan.
Review bagi proses merupakan
alat bagi manajer untuk mempelajari kebijakan dan praktik perpustakaan yang
meng-halangi kemampuan untuk perbaikan. Identifikasi hambatan perbaikan dapat
berhasil hanya apabila anggota perpustakaan percaya bahwa manajer tidak akan menghukum
bila mereka jujur dan terdapat diskusi terbuka mengenai masalah perpustakaan.
Pustakawan perlu terus mencari solusi-solusi yang
bermanfaat termasuk mempertimbangkan proses perbaikan dan pengendalian. Proses perbaikan dan pengendalian dibentuk
oleh empat unsur, yaitu input, transformasi, output, dan kualitas
layanan. Sebelum proses transformasi terjadi, input, seperti strategi,
struktur, kebijakan, peraturan, bahan baku, dan sumber daya perpustakaan telah
tersedia. Manajer bertanggung jawab untuk mengendalikan dan memperbaiki input
sebagai faktor penentu output. Dalam pelaksanaan tugas, staf/pustakawan
dituntut untuk mampu mewujudkan suatu hasil kerja yang optimal dan mampu
membawa dampak positif bagi kemajuan perpustakaannya. Untuk mewujudkan tujuan
perpustakaan tersebut, staf/pustakawan harus memiliki kompetensi yang baik dan
memiliki dedikasi serta disiplin yang tinggi sehingga benar-benar meyadari
pentingnya tugas pokok bagi kelangsungan penyelenggaraan negara. Kompetensi
merupakan bentuk kesanggupan dan kemampuan seorang yang dituangkan dalam
perilaku dan sifat dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi dapat berupa tujuan,
perangai, konsep diri, sikap atau nilai, penguasaan masalah, atau kemampuan
kognitif. dan keterampilan perilaku. Indikator penting dalam pengertian
kompetensi adalah kemampuan yang harus ditampakkan oleh staf/pustakawan dalam
bekerja sehingga untuk mewujudkan kompetensi. Salah satu tindakan yang harus
dilakukan adalah melalui peningkatan kemampuan staf/pustakawan. Teori kunci yang
diajukan untuk menentukan indikator kompetensi adalah kemampuan meliputi
pendidikan, pelatihan, kualifikasi, dan pengalaman kerja.
Pendidikan yang dimaksud adalah
pendidikan formal staf/pustakawan yang diperoleh pada lembaga-lembaga
pendidikan, seperti Diploma, Sarjana, Pascasarjana, dan lain-lain. Latar
belakang pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan staf/pustakawan karena
dengan latar belakang pendidikan yang baik, akan dapat mewujudkan suatu
pemahaman dan kemampuan untuk mengimplementasikannya ke bidang tugasnya
masing-masing.
Salah satu bentuk pembinaan
kepada staf/pustakawan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitasnya adalah
kegiatan pendidikan baik pendidikan dalam sekolah, maupun pendidikan luar
sekolah untuk mempersiapkan para peserta didik memperoleh pengetahuan umum.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi staf/pustakawan dalam
pelaksanaan tugasnya adalah latar belakang pendidikan formalnya.
Pada dasarnya, manusia ingin maju
baik karena dorongan biologis, maupun dorongan psikologis. Keinginan manusia
yang demikian akan dapat terpenuhi melalui suatu sistem belajar tekun, teratur,
dan tidak kenal putus asa. Sistem ini
dapat diciptakan sendiri sehingga orang tersebut mampu menjadi self made man
(berkembang sendiri).
Dalam lingkungan kerja, kesempatan untuk memperoleh
ilmu dan keahlian/keterampilan bagi staf/pustakawan disediakan melalui suatu
sistem pendidikan dan latihan (formal). Secara umum tujuan pendidikan dan
latihan yang dilaksanakan dalam suatu perpustakaan adalah memelihara, meningkatkan
kecakapan, kemampuan dalam menjalankan tugas/pekerjaan baik pekerjaan lama,
maupun baru, baik dari segi peralatan maupun metode; menyalurkan keinginan
staf/pustakawan untuk maju dari segi kemampuan dan memberikan rasa kebanggaan
kepada mereka.
Pendidikan dan pelatihan pada
dasarnya, memiliki manfaat sebagai indikator penting kompetensi
staf/pustakawan:
1. Pengembangan dan
peningkatan kemampuan sumber daya manusia melalui peningkatan jenjang
pendidikan umum dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan dan latihan.
2. Meningkatkan peran
pimpinan dalam mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan tugas pokok.
Para pegawai atau pustakawan baru
biasanya telah mempunyai kecakapan dan keterampilan yang dibutuhkan. Mereka
adalah produk dari suatu sistem pendidikan dan mempunyai pengalaman yang
diperoleh dari perpustakaan lain. Tidak jarang pula pegawai atau pustakawan
baru yang diterima tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk melaksanakan
tugas-tugas pekerjaan mereka. Bahkan para pegawai atau pustakawan yang sudah
berpengalaman pun perlu belajar dan menyesuaikan diri dengan perpustakaan,
kebijakan, dan prosedur-prosedurnya. Mereka memerlukan pelatihan dan
pengembangan lebih lanjut untuk mengerjakan tugas-tugas secara sukses meskipun
latihan memakan waktu dan biaya latihan adalah suatu investasi dalam sumber
daya manusia.
Untuk itulah, setiap program
pelatihan yang dipilih harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan perpustakaan,
pekerjaan atau pribadi. Program tersebut haruslah memudahkan proses belajar
partisipan (pustakawan) dan mensosialisasikan perilaku-perilaku tertentu yang
cocok dengan peningkatan kinerja misalnya, pelatihan yang dilakukan melalui on
the job training atau off the job training dan evaluasi pelatihan.
Informasi dari evaluasi pelatihan
dapat digunakan dalam mengambil keputusan-keputusan untuk meneruskan program
pelatihan atau pembenahan. Jika perilaku dalam pekerjaan tidak menunjukkan
perbaikan, kesalahan mungkin terletak pada penilaian kebutuhan-kebutuhan
pelatihan. Pada saat perilaku berubah tetapi hasilnya tidak memadai, ketetapan
pelatihan atau validitas ukuran-ukuran hasil hendaknya diteliti ulang.
Pengukuran atas efisiensi
pelatihan hingga kini masih dipandang rumit. Masalahnya adalah faktor efisiensi
pelatihan seringkali diinterpretasikan secara abstrak. Studi mengenai efisiensi
pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan penggunaan dua model analisis, yakni
model dasar dan model kualitas pendidikan serta pelatihan. Model dasar
mengungkapkan bahwa kualitas lembaga pelatihan dipengaruhi oleh dua faktor yang
berlainan, yaitu faktor konteks pendidikan, pelatihan, dan faktor kebijakan
pendidikan itu sendiri. Efisiensi lembaga pendidikan merupakan sebab dan
rangkaian akibat yang selama ini dikenal dengan output. Output
pendidikan dan pelatihan dalam mode ini adalah partisipasi lembaga, efisiensi
internal dan tingkat belajar.
Efisiensi pelatihan memiliki
kaitan langsung dengan pendayagunaan sumber-sumber pelatihan yang terbatas
secara optimal sehingga memberikan dampak yang optimal pula. Suatu program
pelatihan yang efisien, cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan
pendayagunaan sumber-sumber pelatihan yang sudah ditata secara efisien. Program
pelatihan yang efisien adalah yang mampu menciptakan keseimbangan antara
penyedia dan kebutuhan akan sumber-sumber pelatih sehingga upaya pencapaian
tujuan tidak mengalami hambatan. Sistem atau program pelatihan yang efisien
adalah mampu mendistribusikan sumber-sumber pelatihan secara adil dan merata
agar setiap staf/pustakawan memperoleh kesempatan yang sama untuk
mendayagunakan sumber-sumber pelatihan tersebut untuk mencapai hasil maksimal.