Rabu, 13 April 2016

PENDIDIKAN FORMAL DAN KOMPETENSI STAF/PUSTAKAWAN



PENDIDIKAN FORMAL DAN KOMPETENSI STAF/PUSTAKAWAN

Oleh:
Iskandar
(Pustakawan Madya Unhas)

Tulisan ini merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan pada sebuah diskusi, tentang persoalan atau permasalahan dalam dihadapi oleh pustakawan, apapun jenis perpustakaannya. Salah satu persoalan atau permasalahan itu adalah Pendidikan Formal dan Kompetensi Staf/Pustakawan Kurang Diperhatikan oleh Lembaga Induk.

Pendidikan formal atau pembelajaran merupakan elemen penting dalam perbaikan dan keberhasilan tugas. Pembelajaran juga merupakan dasar rasional untuk bertindak dan merupakan elemen penting dalam perbaikan. Tingkat dan luasnya perbaikan dapat dijabarkan dengan membuat perbaikan proses dan sistem sebagai bagian dari strategi perpustakaan. Sistem tersebut harus mendukung pengembangan keterampilan dan pengetahuan anggota perpustakaan dalam melakukan perbaikan.

Untuk itu, hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang sistem perbaikan perpustakaan adalah sebagai berikut:

a)      Pendidikan dan pelatihan.
Bila pustakawan sepakat dan terikat dengan usaha perbaikan, mereka pasti mengerti tentang perlunya perbaikan. Rencana untuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi anggota perpustakaan mengenai konsep perbaikan harus dimulai dari pendidikan.
b)      Teladan manajer.
Penugasan bagi anggota perpustakaan untuk mempelajari dan bekerja untuk perbaikan mungkin akan lebih berhasil apabila manajer memberi contoh dalam perilaku. Sistem dan praktik yang salah akan menciptakan kondisi perbaikan yang bersinambungan tidak dapat dilakukan.
c)      Tanggung jawab yang jelas.
Semua deskripsi kerja harus diubah untuk disesuaikan dengan pembelajaran dan perbaikan yang diharapkan, begitu juga dengan kenyataan mengenai tanggung jawab karyawan terhadap pemakaian output yang dihasilkannya. Misalnya, tanggung jawab administratif bagian personalia adalah untuk mendukung kelancaran ketatalaksanaan kantor.
d)     Perbaikan diidentifikasi sebagai strategi yang penting.
Perencanaan strategi harus menyatakan bahwa perbaikan kualitas sistem, proses, dan produk atau jasa merupakan strategi perpustakaan sehingga akan dilakukan dengan bersungguh-sungguh.
e)      Identifikasi dan prioritas tindakan perbaikan.
Tanpa bimbingan manajemen, hasil dari usaha perbaikan hanya akan berupa perubahan yang sangat kecil terhadap efektivitas perpustakaan. Untuk mencapai perbaikan yang signifikan; kegiatan perbaikan harus dipilih yang memiliki dampak potensial terhadap customer value dan tercapainya tujuan perpustakaan.
f)       Metode sistemik untuk perbaikan.
Jika pembelajaran digunakan dalam konsep dan metode baru untuk perbaikan, tim kerja memerlukan petunjuk bagaimana melaksanakan perbaikan tersebut.
g)      Review terhadap perbaikan.
Manajer terbiasa mereview hasil dari metode untuk mencapai hasil tersebut (output). Jika hanya hasilnya yang direview maka tidak ada dorongan bagi anggota perpustakaan untuk mengubah metode atau cara mereka melakukan pekerjaan tersebut. Review terhadap proses memungkinkan anggota tim untuk mengenali pekerjaannya dan mendukung peran baru manajer. Adopsi proses tersebut memerlukan kondisi sebagai berikut:
(1)   Manajer harus memahami konsep dan metode perbaikan sistem dan proses.
(2)   Manajer harus mengubah perannya, dari menilai hasil menjadi berpartisipasi dalam perbaikan dan pengembangan pengetahuan serta kemampuan orang-orang yang ia kelola.
(3)   Manajer harus yakin bahwa proses tersebut akan dapat memperbaiki kinerja jangka panjang.
h)      Identifikasi hambatan perbaikan.
Review bagi proses merupakan alat bagi manajer untuk mempelajari kebijakan dan praktik perpustakaan yang meng-halangi kemampuan untuk perbaikan. Identifikasi hambatan perbaikan dapat berhasil hanya apabila anggota perpustakaan percaya bahwa manajer tidak akan menghukum bila mereka jujur dan terdapat diskusi terbuka mengenai masalah perpustakaan.

Pustakawan perlu terus mencari solusi-solusi yang bermanfaat termasuk mempertimbangkan proses perbaikan dan pengendalian.  Proses perbaikan dan pengendalian dibentuk oleh empat unsur, yaitu input, transformasi, output, dan kualitas layanan. Sebelum proses transformasi terjadi, input, seperti strategi, struktur, kebijakan, peraturan, bahan baku, dan sumber daya perpustakaan telah tersedia. Manajer bertanggung jawab untuk mengendalikan dan memperbaiki input sebagai faktor penentu output. Dalam pelaksanaan tugas, staf/pustakawan dituntut untuk mampu mewujudkan suatu hasil kerja yang optimal dan mampu membawa dampak positif bagi kemajuan perpustakaannya. Untuk mewujudkan tujuan perpustakaan tersebut, staf/pustakawan harus memiliki kompetensi yang baik dan memiliki dedikasi serta disiplin yang tinggi sehingga benar-benar meyadari pentingnya tugas pokok bagi kelangsungan penyelenggaraan negara. Kompetensi merupakan bentuk kesanggupan dan kemampuan seorang yang dituangkan dalam perilaku dan sifat dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi dapat berupa tujuan, perangai, konsep diri, sikap atau nilai, penguasaan masalah, atau kemampuan kognitif. dan keterampilan perilaku. Indikator penting dalam pengertian kompetensi adalah kemampuan yang harus ditampakkan oleh staf/pustakawan dalam bekerja sehingga untuk mewujudkan kompetensi. Salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah melalui peningkatan kemampuan staf/pustakawan. Teori kunci yang diajukan untuk menentukan indikator kompetensi adalah kemampuan meliputi pendidikan, pelatihan, kualifikasi, dan pengalaman kerja.

Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal staf/pustakawan yang diperoleh pada lembaga-lembaga pendidikan, seperti Diploma, Sarjana, Pascasarjana, dan lain-lain. Latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan staf/pustakawan karena dengan latar belakang pendidikan yang baik, akan dapat mewujudkan suatu pemahaman dan kemampuan untuk mengimplementasikannya ke bidang tugasnya masing-masing.

Salah satu bentuk pembinaan kepada staf/pustakawan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitasnya adalah kegiatan pendidikan baik pendidikan dalam sekolah, maupun pendidikan luar sekolah untuk mempersiapkan para peserta didik memperoleh pengetahuan umum. Salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi staf/pustakawan dalam pelaksanaan tugasnya adalah latar belakang pendidikan formalnya.

Pada dasarnya, manusia ingin maju baik karena dorongan biologis, maupun dorongan psikologis. Keinginan manusia yang demikian akan dapat terpenuhi melalui suatu sistem belajar tekun, teratur, dan tidak kenal putus asa. Sistem ini dapat diciptakan sendiri sehingga orang tersebut mampu menjadi self made man (berkembang sendiri).

Dalam lingkungan kerja, kesempatan untuk memperoleh ilmu dan keahlian/keterampilan bagi staf/pustakawan disediakan melalui suatu sistem pendidikan dan latihan (formal). Secara umum tujuan pendidikan dan latihan yang dilaksanakan dalam suatu perpustakaan adalah memelihara, meningkatkan kecakapan, kemampuan dalam menjalankan tugas/pekerjaan baik pekerjaan lama, maupun baru, baik dari segi peralatan maupun metode; menyalurkan keinginan staf/pustakawan untuk maju dari segi kemampuan dan memberikan rasa kebanggaan kepada mereka.

Pendidikan dan pelatihan pada dasarnya, memiliki manfaat sebagai indikator penting kompetensi staf/pustakawan:
1.    Pengembangan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia melalui peningkatan jenjang pendidikan umum dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan dan latihan.
2.    Meningkatkan peran pimpinan dalam mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan tugas pokok.

Para pegawai atau pustakawan baru biasanya telah mempunyai kecakapan dan keterampilan yang dibutuhkan. Mereka adalah produk dari suatu sistem pendidikan dan mempunyai pengalaman yang diperoleh dari perpustakaan lain. Tidak jarang pula pegawai atau pustakawan baru yang diterima tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaan mereka. Bahkan para pegawai atau pustakawan yang sudah berpengalaman pun perlu belajar dan menyesuaikan diri dengan perpustakaan, kebijakan, dan prosedur-prosedurnya. Mereka memerlukan pelatihan dan pengembangan lebih lanjut untuk mengerjakan tugas-tugas secara sukses meskipun latihan memakan waktu dan biaya latihan adalah suatu investasi dalam sumber daya manusia.

Untuk itulah, setiap program pelatihan yang dipilih harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan perpustakaan, pekerjaan atau pribadi. Program tersebut haruslah memudahkan proses belajar partisipan (pustakawan) dan mensosialisasikan perilaku-perilaku tertentu yang cocok dengan peningkatan kinerja misalnya, pelatihan yang dilakukan melalui on the job training atau off the job training dan evaluasi pelatihan.

Informasi dari evaluasi pelatihan dapat digunakan dalam mengambil keputusan-keputusan untuk meneruskan program pelatihan atau pembenahan. Jika perilaku dalam pekerjaan tidak menunjukkan perbaikan, kesalahan mungkin terletak pada penilaian kebutuhan-kebutuhan pelatihan. Pada saat perilaku berubah tetapi hasilnya tidak memadai, ketetapan pelatihan atau validitas ukuran-ukuran hasil hendaknya diteliti ulang.

Pengukuran atas efisiensi pelatihan hingga kini masih dipandang rumit. Masalahnya adalah faktor efisiensi pelatihan seringkali diinterpretasikan secara abstrak. Studi mengenai efisiensi pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan penggunaan dua model analisis, yakni model dasar dan model kualitas pendidikan serta pelatihan. Model dasar mengungkapkan bahwa kualitas lembaga pelatihan dipengaruhi oleh dua faktor yang berlainan, yaitu faktor konteks pendidikan, pelatihan, dan faktor kebijakan pendidikan itu sendiri. Efisiensi lembaga pendidikan merupakan sebab dan rangkaian akibat yang selama ini dikenal dengan output. Output pendidikan dan pelatihan dalam mode ini adalah partisipasi lembaga, efisiensi internal dan tingkat belajar.

Efisiensi pelatihan memiliki kaitan langsung dengan pendayagunaan sumber-sumber pelatihan yang terbatas secara optimal sehingga memberikan dampak yang optimal pula. Suatu program pelatihan yang efisien, cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pelatihan yang sudah ditata secara efisien. Program pelatihan yang efisien adalah yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyedia dan kebutuhan akan sumber-sumber pelatih sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan. Sistem atau program pelatihan yang efisien adalah mampu mendistribusikan sumber-sumber pelatihan secara adil dan merata agar setiap staf/pustakawan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendayagunakan sumber-sumber pelatihan tersebut untuk mencapai hasil maksimal.




Selasa, 05 April 2016

KREATIVITAS DALAM KEGIATAN PENUNJANG TUGAS KEPUSTAKAWANAN

KREATIVITAS DALAM KEGIATAN PENUNJANG TUGAS KEPUSTAKAWANAN

Oleh:
Iskandar
(Pustakawan Madya Unhas)

Kreativitas dalam kegiatan penunjang tugas kepustakawanan adalah kemampuan pustakawan untuk melaksanakan seluruh tugas-tugas yang berhubungan dengan penunjang tugas kepustakawanan secara kreatif. Intinya, hanya pustakawan yang memiliki kreativitas yang mampu merealisasikan penunjang tugas kepustakawanan tersebut.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, mengatur tentang Penunjang Tugas Kepustakawanan, diantaranya:

1. Kreativitas dalam Pengajar/Pelatih pada Diklat Fungsional/Teknis Bidang Kepustakawanan

Arti penting dan contoh kreativitas yang dapat dilakukan oleh pustakawan dalam pengajar/pelatih pada diklat fungsional/teknis bidang kepustakawanan sebagai berikut:
  1. Pengajar/pelatih pada diklat fungsional/teknis bidang kepustakawanan adalah pustakawan yang memberikan pelatihan atau mengajar baik pada diklat maupun pada pelatihan teknis di perpustakaan. Kegiatan ini misalnya memberi pelatihan kepada pemustaka cara memanfaatkan perpustakaan secara benar, memberi orientasi singkat cara memanfaatkan koleksi perpustakaan kepada pemustaka atau anggota baru perpustakaan. Kegiatan ini terlaksana jika pustakawan memiliki kreativitas untuk melaksanakan hal tersebut.
  2. Kreativitas pustakawan dalam melakukan pengajar/pelatih pada diklat fungsional/teknis bidang kepustakawanan adalah senantiasa merujuk pada koleksi perpustakaan. Pemustaka tidak dapat memanfaatkan koleksi perpustakaan dengan baik jika tidak dilatih atau tidak diajar cara menggunakan atau memanfaatkan koleksi perpustakaan tersebut. Jadi pengajar/pelatih pada diklat fungsional/teknis bidang kepustakawanan pada prinsipnya adalah realisasi dari kreativitas pustakawan.
Kreativitas pustakawan dalam melakukan kegiatan pengajar/pelatih pada diklat fungsional/ teknis bidang kepustakawanan baik bagi masyarakat maupun siswa atau mahasiswa adalah dengan memberikan pelatihan, orientasi, konsultasi, atau bimbingan cara memanfaatkan koleksi perpustakaan secara baik dan benar. Hasil akhirnya adalah pemustaka dapat memanfaatkan perpustakaan untuk keberhasilan studi ataupun untuk sumber informasi lainnya.

2. Kreativitas dalam Peran Serta pada Seminar/lokakarya/konferensi

Arti penting dan contoh kreativitas yang dapat dilakukan oleh pustakawan dalam peran serta pada seminar/lokakarya/konferensi sebagai berikut:
  1. Peran serta dalam seminar/lokakarya/konferensi pada intinya adalah memperkenalkan koleksi perpustakaan kepada masyarakat umum. Hal ini perlu sebagai suatu kreativitas, artinya bagaimana agar koleksi perpustakaan dapat dikenal oleh pemustaka secara luas.
  2. Pustakawan perlu mensosilisasikan koleksinya kepada semua pemustaka. Koleksi perpustakaan semakin dikenal semakin banyak yang ingin mengetahuinya, semakin banyak yang memanfaatkannya. Salah satu caranya yaitu dengan memperkenalkan atau mempromosikan koleksi perpustakaan melalui seminar/lokakarya/konferensi.
Kreativitas pustakawan dalam melakukan kegiatan seminar/lokakarya/ konferensi adalah dengan memperkenalkan koleksi perpustakaan kepada peserta seminar/lokakarya/konferensi, tujuannya adalah agar mereka dapat mengetahui, mengenal, dan memanfaatkan koleksi perpustakaan tersebut dengan sebaik-baiknya.

2. Kreativitas dalam Keanggotaan pada Organisasi Profesi

Arti penting dan contoh kreativitas yang dapat dilakukan oleh pustakawan dalam keanggotaan pada organisasi profesi sebagai berikut:
  1. Keanggotaan dalam organisasi profesi adalah cara pustakawan untuk mempromosikan koleksi perpustakaan kepada instansi profesi baik pada tingkat nasional, maupun tingkat internasional. Cara tersebut merupakan realisasi dari kreativitas pustakawan.
  2. Koleksi perpustakaan perlu dipromosikan. Promosi tersebut hanya akan terlaksana jika pustakawan memiliki kreativitas. Salah satunya yaitu dengan mempromosikan koleksi perpustakaan pada organisasi profesi, misalnya, organisasi pada tingkat nasional Tingkat Nasional, Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), Forum-forum perpustakaan seperti FPPTI, FPK, FPSI, FPU dan tingkat internasional IFLA, CONSAL.
Keanggotaan dalam organisasi profesi bisa menjadi sarana untuk mempromosikan koleksi perpustakaan kepada khalayak. Diharapkan dengan mengetahui koleksi perpustakaan maka pemustaka dapat memanfaatkan koleksi tersebut dengan sebaik-baiknya. Kegiatan promosi ini hanya akan terlaksana dengan baik jika pustakawan memiliki kreativitas yang tinggi.




KREATIVITAS DALAM PENGEMBANGAN PROFESI PUSTAKAWAN



KREATIVITAS DALAM PENGEMBANGAN PROFESI PUSTAKAWAN

Oleh:
Iskandar
(Pustakawan Madya Unhas)

Kreativitas pustakawan dalam pengembangan profesi pustakawan adalah kemampuan pustakawan untuk merealisasikan tugas pengembangan profesi dengan cara-cara yang kreatif. Intinya, hanya pustakawan yang memiliki kteativitas yang mampu merealisasikan tugas pengembangan profesi pustakawan dengan sebaik-baiknya.

Pengembangan profesi pustakawan diatur oleh Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, yang meliputi:

1. Kreativitas Dalam Pembuatan Karya Tulis/Karya Ilmiah di bidang Kepustakawanan

Kegiatan ini meliputi penulisan karya ilmiah bidang kepustakawanan, laporan hasil kegiatan ilmiah, makalah ilmiah, tulisan ilmiah populer, makalah prasaran, buku dan artikel majalah yang hasilnya dipublikasikan dan atau diterbitkan melalui media tertentu.

Arti penting dan contoh kreativitas yang dapat dilakukan oleh pustakawan dalam pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang kepustakawanan sebagai berikut:
  1. Kreativitas pustakawan diperlukan dalam hal pembuatan karya tulis/karya ilmiah bidang kepustakawanan. Kreativitas itu misalnya, menulis hal-hal yang dapat membuat koleksi perpustakaan menarik untuk pemustaka, pemustaka mengetahui cara pemanfaatan koleksi, pemustaka memahami dan menguasai penemuan kembali koleksi ketika sudah diminati (temu balik) menjadi mudah dan cepat. Cara-cara tersebut dapat ditulis oleh pustakawan dalam bentuk tulisan atau karya tulis yang dapat dibaca oleh pemustaka. Karya tulis tersebut tentu mempunyai manfaat bagi pemustaka yaitu pemustaka mengetahui, memahami, dan menguasai koleksi perpustakaan.
  2. Kegiatan pembuatan karya ilmiah di bidang kepustakawanan hanya dapat terlaksana jika pustakawan yang bertugas pada perpustakaan memiliki kreativitas. Kreativitas tersebut dituangkan melalui tulisan atau karya tulis yang berisi informasi misalnya, tentang koleksi perpustakaan agar pemustaka mengetahui keberadaan koleksi, cara memanfaatkan, dan penelusurannya.
Kegiatan pembuatan karya ilmiah di bidang kepustakawanan adalah hasil realisasi dari kreativitas pustakawan. Artinya, karya ilmiah bidang kepustakawan hanya akan terlaksana jika pustakawan mampu berkreasi mencari ide-ide yang dapat dituangkan dalam bentuk tulisan yang bermanfaat untuk pemustaka dalam memanfaatkan koleksi perpustakaan.

2. Kreativitas dalam Penerjemah/Penyaduran Buku dan Bahan-Bahan Lain Bidang Kepustakawanan

Kegiatan penerjemah/penyaduran buku dan bahan-bahan lain bidang kepustakawanan meliputi:

1) Terjemahan yang dipublikasikan merupakan karya tulis hasil alih bahasa suatu tulisan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang diterbitkan oleh suatu lembaga penerbit dan diedarkan untuk mendukung kegiatan kepustakawanan.
2) Saduran yang dipublikasikan merupakan karya tulis atau terjemahan secara bebas yang diterbitkan oleh suatu lembaga penerbit dan diedarkan untuk mendukung kegiatan kepustakawanan. Saduran ini ditulis dengan meringkaskan atau menyederhanakan suatu karya tulis orang lain tanpa mengubah pokok pikiran tulisan asal.

Arti penting dan contoh kreativitas yang dapat dilakukan oleh pustakawan dalam penerjemah/penyaduran buku dan bahan-bahan lain bidang kepustakawanan sebagai berikut:
  1. Kreativitas pustakawan dalam penerjemah atau penyaduran buku adalah dengan terlaksananya kegiatan penerjemah atau penyaduran koleksi perpustakaan. Kreativitas ini tentunya akan mengarah pada pemanfaatan perpustakaan secara berkesinambungan.
  2. Penerjemah/penyaduran buku dan bahan-bahan lain bidang kepustakawanan membutuhkan kreativitas pustakawan untuk merealisasikannya. Kegiatan penerjemah/penyaduran buku dan bahan-bahan lain bidang kepustakawanan memerlukan keterampilan/skill khusus. Keterampilan ini juga adalah bagian dari kreativitas.
Kegiatan penerjemah/penyaduran buku yang dilakukan pustakawan membutuhkan kreativitas untuk merealisasikannya. Kegiatan penerjemah membutuhkan keterampilan khusus berupa penguasaan bahasa asing, sehingga pustakawan perlu memiliki kreativitas untuk melaksanakan pekerjaan ini. Kerjasama dengan orang yang memiliki kemampuan atau penguasaan bahasa asing atau membentuk tim penerjemah juga merupakan bentuk kreativitas.

3. Kreativitas dalam Penyusunan Buku Pedoman/Ketentuan Pelaksanaan

Kreativitas dalam penyusunan buku pedoman/ketentuan pelaksanaan perpustakaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk dijadikan pedoman atau petunjuk dalam memanfaatkan perpustakaan. 

Kegiatan ini terdiri dari 2 jenis :
  1. Pedoman standar penyelenggaraan perpusdokinfo Pedoman standar penyelenggaraan perpusdokinfo adalah pedoman yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan perpusdokinfo yang diakui dan/atau ditetapkan oleh Perpustakaan Nasional RI dan diberlakukan secara nasional.
  2. Pedoman umum/petunjuk teknis perpusdokinfo Pedoman umum/petunjuk teknis perpusdokinfo adalah pedoman yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan perpusdokinfo yang dibuat oleh instansi tertentu digunakan untuk instansi yang bersangkutan.
Arti penting dan contoh kreativitas yang dapat dilakukan oleh pustakawan dalam pelayanan teknis sebagai berikut:
  1. Penyusunan buku pedoman/ketentuan pelaksanaan kegiatan perpustakaan merupakan kegiatan kerja yang memerlukan kreativitas pustakawan. Kreativitas itu misalnya, membuat pedoman atau ketentuan pelaksanaan bagian koleksi khusus (karya ilmiah) sehingga pemustaka dapat menggunakan, memanfaatkan seluruh koleksi khusus dengan tepat dan sesuai prosedur yang ada.
  2. Kegiatan pembuatan buku pedoman/ketentuan pelaksanaan kegiatan perpustakaan memang perlu direalisasikan. Pustakawan yang bertugas pada layanan koleksi perpustakaan harus memiliki inisiatif, keterampilan, dan pengetahuan yang luas untuk melakukan pembuatan buku pedoman. Buku pedoman ini dapat dijadikan acuan atau standar terhadap pemanfaatan layanan koleksi perpustakaan. Tujuannya adalah agar pemustaka dapat mengetahui semua tentang perpustakaan dari buku pedoman ini sehingga pemustaka dapat memanfaatkan perpustakaan sesuai standar atau prosedur yang berlaku.
Kreativitas pustakawan dalam melakukan kegiatan pembuatan buku pedoman/ketentuan pelaksanaan kegiatan perpustakaan perlu direalisasikan. Dalam buku pedoman tersebut, pemustaka akan mengetahui segala sesuatunya tentang perpustakaan, baik koleksinya, aturan atau tata tertibnya, cara peminjamannya, maupun teknis penelusurannya sehingga pemustaka dapat memanfaatkan koleksi ini secara baik dan benar serta sesuai dengan prosedur yang ada.

Keberhasilan pustakawan dalam melaksanakan tugas kepustakawan khususnya tugas–tugas yang berhubungan dengan pengembangan profesi, ditentukan oleh kreativitas yang dimilikinya untuk direalisasikan sesuai dengan ilmu, keterampilan, maupun sikap kerjanya.