Rabu, 13 April 2016

PENDIDIKAN FORMAL DAN KOMPETENSI STAF/PUSTAKAWAN



PENDIDIKAN FORMAL DAN KOMPETENSI STAF/PUSTAKAWAN

Oleh:
Iskandar
(Pustakawan Madya Unhas)

Tulisan ini merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan pada sebuah diskusi, tentang persoalan atau permasalahan dalam dihadapi oleh pustakawan, apapun jenis perpustakaannya. Salah satu persoalan atau permasalahan itu adalah Pendidikan Formal dan Kompetensi Staf/Pustakawan Kurang Diperhatikan oleh Lembaga Induk.

Pendidikan formal atau pembelajaran merupakan elemen penting dalam perbaikan dan keberhasilan tugas. Pembelajaran juga merupakan dasar rasional untuk bertindak dan merupakan elemen penting dalam perbaikan. Tingkat dan luasnya perbaikan dapat dijabarkan dengan membuat perbaikan proses dan sistem sebagai bagian dari strategi perpustakaan. Sistem tersebut harus mendukung pengembangan keterampilan dan pengetahuan anggota perpustakaan dalam melakukan perbaikan.

Untuk itu, hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang sistem perbaikan perpustakaan adalah sebagai berikut:

a)      Pendidikan dan pelatihan.
Bila pustakawan sepakat dan terikat dengan usaha perbaikan, mereka pasti mengerti tentang perlunya perbaikan. Rencana untuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi anggota perpustakaan mengenai konsep perbaikan harus dimulai dari pendidikan.
b)      Teladan manajer.
Penugasan bagi anggota perpustakaan untuk mempelajari dan bekerja untuk perbaikan mungkin akan lebih berhasil apabila manajer memberi contoh dalam perilaku. Sistem dan praktik yang salah akan menciptakan kondisi perbaikan yang bersinambungan tidak dapat dilakukan.
c)      Tanggung jawab yang jelas.
Semua deskripsi kerja harus diubah untuk disesuaikan dengan pembelajaran dan perbaikan yang diharapkan, begitu juga dengan kenyataan mengenai tanggung jawab karyawan terhadap pemakaian output yang dihasilkannya. Misalnya, tanggung jawab administratif bagian personalia adalah untuk mendukung kelancaran ketatalaksanaan kantor.
d)     Perbaikan diidentifikasi sebagai strategi yang penting.
Perencanaan strategi harus menyatakan bahwa perbaikan kualitas sistem, proses, dan produk atau jasa merupakan strategi perpustakaan sehingga akan dilakukan dengan bersungguh-sungguh.
e)      Identifikasi dan prioritas tindakan perbaikan.
Tanpa bimbingan manajemen, hasil dari usaha perbaikan hanya akan berupa perubahan yang sangat kecil terhadap efektivitas perpustakaan. Untuk mencapai perbaikan yang signifikan; kegiatan perbaikan harus dipilih yang memiliki dampak potensial terhadap customer value dan tercapainya tujuan perpustakaan.
f)       Metode sistemik untuk perbaikan.
Jika pembelajaran digunakan dalam konsep dan metode baru untuk perbaikan, tim kerja memerlukan petunjuk bagaimana melaksanakan perbaikan tersebut.
g)      Review terhadap perbaikan.
Manajer terbiasa mereview hasil dari metode untuk mencapai hasil tersebut (output). Jika hanya hasilnya yang direview maka tidak ada dorongan bagi anggota perpustakaan untuk mengubah metode atau cara mereka melakukan pekerjaan tersebut. Review terhadap proses memungkinkan anggota tim untuk mengenali pekerjaannya dan mendukung peran baru manajer. Adopsi proses tersebut memerlukan kondisi sebagai berikut:
(1)   Manajer harus memahami konsep dan metode perbaikan sistem dan proses.
(2)   Manajer harus mengubah perannya, dari menilai hasil menjadi berpartisipasi dalam perbaikan dan pengembangan pengetahuan serta kemampuan orang-orang yang ia kelola.
(3)   Manajer harus yakin bahwa proses tersebut akan dapat memperbaiki kinerja jangka panjang.
h)      Identifikasi hambatan perbaikan.
Review bagi proses merupakan alat bagi manajer untuk mempelajari kebijakan dan praktik perpustakaan yang meng-halangi kemampuan untuk perbaikan. Identifikasi hambatan perbaikan dapat berhasil hanya apabila anggota perpustakaan percaya bahwa manajer tidak akan menghukum bila mereka jujur dan terdapat diskusi terbuka mengenai masalah perpustakaan.

Pustakawan perlu terus mencari solusi-solusi yang bermanfaat termasuk mempertimbangkan proses perbaikan dan pengendalian.  Proses perbaikan dan pengendalian dibentuk oleh empat unsur, yaitu input, transformasi, output, dan kualitas layanan. Sebelum proses transformasi terjadi, input, seperti strategi, struktur, kebijakan, peraturan, bahan baku, dan sumber daya perpustakaan telah tersedia. Manajer bertanggung jawab untuk mengendalikan dan memperbaiki input sebagai faktor penentu output. Dalam pelaksanaan tugas, staf/pustakawan dituntut untuk mampu mewujudkan suatu hasil kerja yang optimal dan mampu membawa dampak positif bagi kemajuan perpustakaannya. Untuk mewujudkan tujuan perpustakaan tersebut, staf/pustakawan harus memiliki kompetensi yang baik dan memiliki dedikasi serta disiplin yang tinggi sehingga benar-benar meyadari pentingnya tugas pokok bagi kelangsungan penyelenggaraan negara. Kompetensi merupakan bentuk kesanggupan dan kemampuan seorang yang dituangkan dalam perilaku dan sifat dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi dapat berupa tujuan, perangai, konsep diri, sikap atau nilai, penguasaan masalah, atau kemampuan kognitif. dan keterampilan perilaku. Indikator penting dalam pengertian kompetensi adalah kemampuan yang harus ditampakkan oleh staf/pustakawan dalam bekerja sehingga untuk mewujudkan kompetensi. Salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah melalui peningkatan kemampuan staf/pustakawan. Teori kunci yang diajukan untuk menentukan indikator kompetensi adalah kemampuan meliputi pendidikan, pelatihan, kualifikasi, dan pengalaman kerja.

Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal staf/pustakawan yang diperoleh pada lembaga-lembaga pendidikan, seperti Diploma, Sarjana, Pascasarjana, dan lain-lain. Latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan staf/pustakawan karena dengan latar belakang pendidikan yang baik, akan dapat mewujudkan suatu pemahaman dan kemampuan untuk mengimplementasikannya ke bidang tugasnya masing-masing.

Salah satu bentuk pembinaan kepada staf/pustakawan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitasnya adalah kegiatan pendidikan baik pendidikan dalam sekolah, maupun pendidikan luar sekolah untuk mempersiapkan para peserta didik memperoleh pengetahuan umum. Salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi staf/pustakawan dalam pelaksanaan tugasnya adalah latar belakang pendidikan formalnya.

Pada dasarnya, manusia ingin maju baik karena dorongan biologis, maupun dorongan psikologis. Keinginan manusia yang demikian akan dapat terpenuhi melalui suatu sistem belajar tekun, teratur, dan tidak kenal putus asa. Sistem ini dapat diciptakan sendiri sehingga orang tersebut mampu menjadi self made man (berkembang sendiri).

Dalam lingkungan kerja, kesempatan untuk memperoleh ilmu dan keahlian/keterampilan bagi staf/pustakawan disediakan melalui suatu sistem pendidikan dan latihan (formal). Secara umum tujuan pendidikan dan latihan yang dilaksanakan dalam suatu perpustakaan adalah memelihara, meningkatkan kecakapan, kemampuan dalam menjalankan tugas/pekerjaan baik pekerjaan lama, maupun baru, baik dari segi peralatan maupun metode; menyalurkan keinginan staf/pustakawan untuk maju dari segi kemampuan dan memberikan rasa kebanggaan kepada mereka.

Pendidikan dan pelatihan pada dasarnya, memiliki manfaat sebagai indikator penting kompetensi staf/pustakawan:
1.    Pengembangan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia melalui peningkatan jenjang pendidikan umum dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan dan latihan.
2.    Meningkatkan peran pimpinan dalam mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan tugas pokok.

Para pegawai atau pustakawan baru biasanya telah mempunyai kecakapan dan keterampilan yang dibutuhkan. Mereka adalah produk dari suatu sistem pendidikan dan mempunyai pengalaman yang diperoleh dari perpustakaan lain. Tidak jarang pula pegawai atau pustakawan baru yang diterima tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaan mereka. Bahkan para pegawai atau pustakawan yang sudah berpengalaman pun perlu belajar dan menyesuaikan diri dengan perpustakaan, kebijakan, dan prosedur-prosedurnya. Mereka memerlukan pelatihan dan pengembangan lebih lanjut untuk mengerjakan tugas-tugas secara sukses meskipun latihan memakan waktu dan biaya latihan adalah suatu investasi dalam sumber daya manusia.

Untuk itulah, setiap program pelatihan yang dipilih harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan perpustakaan, pekerjaan atau pribadi. Program tersebut haruslah memudahkan proses belajar partisipan (pustakawan) dan mensosialisasikan perilaku-perilaku tertentu yang cocok dengan peningkatan kinerja misalnya, pelatihan yang dilakukan melalui on the job training atau off the job training dan evaluasi pelatihan.

Informasi dari evaluasi pelatihan dapat digunakan dalam mengambil keputusan-keputusan untuk meneruskan program pelatihan atau pembenahan. Jika perilaku dalam pekerjaan tidak menunjukkan perbaikan, kesalahan mungkin terletak pada penilaian kebutuhan-kebutuhan pelatihan. Pada saat perilaku berubah tetapi hasilnya tidak memadai, ketetapan pelatihan atau validitas ukuran-ukuran hasil hendaknya diteliti ulang.

Pengukuran atas efisiensi pelatihan hingga kini masih dipandang rumit. Masalahnya adalah faktor efisiensi pelatihan seringkali diinterpretasikan secara abstrak. Studi mengenai efisiensi pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan penggunaan dua model analisis, yakni model dasar dan model kualitas pendidikan serta pelatihan. Model dasar mengungkapkan bahwa kualitas lembaga pelatihan dipengaruhi oleh dua faktor yang berlainan, yaitu faktor konteks pendidikan, pelatihan, dan faktor kebijakan pendidikan itu sendiri. Efisiensi lembaga pendidikan merupakan sebab dan rangkaian akibat yang selama ini dikenal dengan output. Output pendidikan dan pelatihan dalam mode ini adalah partisipasi lembaga, efisiensi internal dan tingkat belajar.

Efisiensi pelatihan memiliki kaitan langsung dengan pendayagunaan sumber-sumber pelatihan yang terbatas secara optimal sehingga memberikan dampak yang optimal pula. Suatu program pelatihan yang efisien, cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pelatihan yang sudah ditata secara efisien. Program pelatihan yang efisien adalah yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyedia dan kebutuhan akan sumber-sumber pelatih sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan. Sistem atau program pelatihan yang efisien adalah mampu mendistribusikan sumber-sumber pelatihan secara adil dan merata agar setiap staf/pustakawan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendayagunakan sumber-sumber pelatihan tersebut untuk mencapai hasil maksimal.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar