Senin, 27 Januari 2020

MANFAAT MEDIA SOSIAL DI PERPUSTAKAAN


MANFAAT MEDIA SOSIAL DI PERPUSTAKAAN

 Oleh:
Iskandar
(Pustakawan Ahli Madya Universitas Hasanuddin)

Tulisan singkat ini mencoba memberi gambaran tentang manfaat media sosial di perpustakaan. Media sosial (facebook, instagram, twitter, dan sejenisnya) biasanya sering digunakan oleh pengelola perpustakaan (pustakawan) sebagai sarana untuk berkomunikasi online dengan mencakup gagasan, berbagi atau bertukar informasi, termasuk untuk membentuk jaringan komunikasi tanpa batasan ruang, waktu (berbasis internet).

Media sosial memiliki karakteristik sebagai berikut:
  1.  Transparansi artinya keterbukaan informasi karena konten media sosial ditujukan untuk konsumsi publik atau sekolompok orang.
  2. Dialog dan komunikasi artinya terjalinnya suatu hubungan dan komunikasi interaktif dengan ragam fitur, misalnya antara ”brand bisnis” dengan para “fans”-nya
  3. Jejaring relasi artinya adanya hubungan antara pengguna layaknya jarring-jaring yang berhubungan satu sama lain dan makin kompleks seraya mereka menjalin komunikasi dan terus membangun pertemanan. Komunitas jejaring sosial memiliki peranan kuat yang akan memengaruhi audiensinya (influencer).
  4. Multi opini artinya setiap orang dengan mudahnya berargumen dan mengutarakan pendapatnya.
  5. Multi form artinya informasi disajikan dalam ragam konten dan ragam channel, wujudnya dapat berupa social media press release, video news release, web portal, dan elemen lainnya.
  6. Kekuatan promosi online artinya media sosial dapat dipandang sebagai tool yang memunculkan peluang-peluang yang tidak dengan sendirinya terbentuk begitu saja, peluang-peluang ini harus dimanfaatkan guna mewujudkan visi misi organisasi.
  7. Mudah diakses artinya media sosial dapat diakses dengan mudah (mudah menggunakannya).
  8. Keringkasan artinya membuat informasi mudah disebar dan dilihat
  9. Komunitas terbuka artinya tidak ada pembatas untuk mengamati bahkan bersosialisasi dengan semua orang
  10. Jejaring sosial membangun gudang data artinya berbagai informasi yang disebar akan membentuk pola yang juga menjadi informasi berbasis kekuatan massa yang menjelaskan minat dan tren.
 Media sosial mampu membantu pustakawan untuk mempromosikan “hasil” kerjanya kepada pemustakanya. Hasil kerja ini bisa dalam bentuk daftar tambahan buku baru, koleksi hasil pembelian, hadiah, bahkan promosi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di perpustakaan. Media sosial juga dapat menjadi sarana untuk meminta saran atau survei terkait kebutuhan pemustaka terhadap koleksi, kepuasan pemustaka terhadap layanan, dan lain sebagainya.

Penjabaran fungsi dari media sosial dan jejaring sosial sebagai berikut:
  1. Menciptakan identitas (identitas brand atau suatu produk baru)
  2. Sarana promosi baru
  3. Sarana riset, mencakup riset kualitatif  beupa pernyataan, seperti diskusi online, kualitas relasi online, representasi dan kesan konten digital, relasi online dan riset kuantitatif dapat berupa polling, seperti jumlah download, fans dan follower, kata kunci pencarian, page view, sosial bookmark.
  4. Mengikat pemustaka dengan harapan mendapatkan manfaat dan loyalitas
  5. Sarana komunikasi para pengguna online
  6. Digunakan sebagai manajerial reputasi (makin banyak parameter positif maka reputasi akan meningkat)
  7. Sarana informasi bagi pihak perpustakaan, seperti saran, poling pendapat, dan informasi terkait kebutuhan pemustaka.
  8. Solusi praktis bagi problematika komunikasi dan manajemen
 Kemajuan perpustakaan dapat disebarkan ke media sosial agar pemustaka dapat mengetahuinya. Ini artinya, berbagai konten artikel, video, podcast (konten audio), ebook dan sebagainya dapat disebar pada web blog atau situs resmi dan jejaring sosial. Tidak heran jika media sosial diarahkan ke situs atau blog dan situs pun memersuasi pemustaka untuk menyebarkan konten yang dilansir pada berbagai jejaring sosial untuk meningkatkan visibilitas konten.

Fungsi lain media sosial di perpustakaan adalah menggunakan media sosial sebagai ajang lomba. Kegiatan lomba di perpustakaan tujuannya untuk promosi dan untuk mendekatkan pemustaka dengan perpustakaan. Ajang lomba tentu disesuaikan dengan fungsi perpustakaan yang dikemas dengan cara sederhana, misalnya mengisi informasi data diri dan teregistrasi di website, memberi “like” atau mem-follow, atau memberi fostingan foto atau hal-hal yang terkait dengan perpustakaan.

Pustakawan dapat memanfaatkan media sosial sebagai ajang promosi kemajuan perpustakaan. Penggunaan dan fungsi media sosial perlu dipahami dengan baik oleh setiap pustakawan. Media sosial di perpustakaan dapat dimanfaat oleh pustakawan sebagai ajang: iklan, media promosi, media informasi, akses tempat online, sarana sebar tidak terbatas, dekat dengan pengguna potensial, sebagai alat survei, dan sebagai media eksperimen terkait pemanfaatan perpustakaan dan efektivitas pemanfaatan perpustakaan.

Sumber Bacaan:
Feri Sulianta. (2015). Rahasia Berbisnis Ala Sosial Media: Pasti Meraup Visitor, Likes, Circle, Koneksi, Retweet & Follower!. Yogyakarta: ANDI





Rabu, 22 Januari 2020

KOMPETENSI PUSTAKAWAN


KOMPETENSI PUSTAKAWAN

 Oleh:
Iskandar
(Pustakawan Ahli Madya Universitas Hasanuddin)

Tulisan singkat ini mencoba memberi gambaran tentang kompetensi pustakawan dengan mengacu pada Undang-Undang RI No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pasal 1 yang menyatakan bahwa Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.

Dalam Undang-Undang RI No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan tersebut terdapat hal-hal yang perlu diketahui dan dipahami terkait perlunya:

1.        Pustakawan perlu memiliki kompetensi.
Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi profesional dan kompetensi personal. Kompetensi profesional mencakup aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja, sedangkan kompetensi personal mencakup aspek kepribadian dan interaksi sosial. Dalam kompetensi tersebut, di dalamnya terdapat beberapa aspek yang dirinci oleh Wina Sanjaya (2008) dengan ubahan oleh penulis sebagai berikut:
a.  Pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan dalam bidang kognitif. Misalnya, kemampuan pustakawan mengetahui kebutuhan informasi pemustaka, kemampuan pustakawan menyiapkan literatur yang bermanfaat untuk pemenuhan informasi pemustaka, dan kemampuan pustakawan menentukan strategi pemberian pelayanan yang berkualitas/prima sesuai dengan kebutuhan pemustaka.
b.  Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki setiap individu. Misalnya, pustakawan bukan hanya sekadar mengetahui teknik mengidentifikasi kebutuhan pemustaka, tetapi juga perlu memahami langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam proses mengidentifikasi tersebut.
c.    Kemahiran (skill), kemampuan individu untuk melaksanakan secara praktik tentang tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya, kemahiran pustakawan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas/prima, kemahiran pustakawan dalam menerapkan teknologi pada semua aspek dalam perpustakaan, kemahiran pustakawan bekerja sama, kemahiran pustakawan dalam memahami kebutuhan pemustaka, kemahiran pustakawan mengetahui dan memahami karakter pemustaka, dan lain sebagainya.
d.    Nilai (value), yaitu norma-norma yang dianggap baik oleh setiap individu. Nilai inilah yang selanjutnya akan menuntun setiap individu dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Misalnya, nilai kejujuran, nilai keterbukaan, nilai keadilan, dan lain sebagainya.
e.     Sikap (attitude), yatu pandangan individu terhadap sesuatu. Misalnya, senang-tidak senang, suka-tidak suka, dan lain sebagainya. Sikap erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki individu, artinya mengapa individu bersikap demikian? Itu disebabkan nilai yang dimilikinya.
f.     Minat (interest), yaitu kecenderungan individu untuk melakukan sesuatu perbuatan. Minat adalah aspek yang dapat menentukan motivasi seseorang melakukan aktivitas tertentu.
g.    Motivasi (motivation), yaitu keinginan dalam diri individu yang menyebabkan orang tersebut berbuat. Misalnya, diberi intensif, pujian, penghargaan, promosi kepada pustakawan yang memiliki kinerja yang tinggi, pustakawan yang berprestasi, atau pustakawan yang mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya tepat waktu dan sesuai dengan harapan, dan lain sebagainya.

2.        Kompetensi pustakawan diperoleh dari Pendidikan dan pelatihan kepustakawanan
Untuk memajukan perpustakaan, pustakawan perlu kompetensi. Kompetensi ini diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan kepustakawanan. Tujuannya adalah:
a.   Agar pustakawan mengetahui dan memahami perlunya merealisasikan dan menerapkan keterampilan sosial dalam perpustakaan agar peran, fungsi, dan tujuan perpustakaan dapat terealisasikan.
b.    Pendidikan dan pelatihan kepustakawanan merupakan elemen penting dalam perbaikan dan keberhasilan tugas sehingga mendukung pengembangan dan keberhasilan keterampilan sosial di perpustakaan.
c.    Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kepustakawanan merupakan usaha untuk mewujudkan suatu pemahaman dan kemampuan dalam mengimplementasikannya keterampilan sosial ke bidang tugas masing-masing pustakawan.
d.    Untuk memelihara, meningkatkan kecakapan, dan kemampuan dalam menjalankan tugas atau pekerjaan, baik pekerjaan lama, maupun baru, baik dari segi peralatan, maupun metode.

3.  Dengan kompetensinya, Pustakawan melaksanakan pengelolaan perpustakaan, yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, monitoring, dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan perpustakaan. Keberhasilan pustakawan dalam melaksanakan pengelolaan perpustakaan ditentukan oleh penguasaan dan keberhasilan merealisasikan atau menerapkan keterampilan sosial.

4.  Dengan kompetensi yang dimiliki, Pustakawan juga perlu melaksanakan pelayanan perpustakaan. Di perpustakaan, pelayanan terdiri atas pelayanan teknis dan pelayanan pemustaka. Pelayanan teknis terkait dengan kegiatan pengembangan koleksi, pengolahan bahan perpustakaan, penyimpanan dan perawatan koleksi perpustakaan. Pelayanan pemustaka adalah kegiatan yang berkaitan dengan jasa informasi perpustakaan yang dapat dimanfaatkan pemustaka. Keberhasilan pustakawan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan perpustakaan juga ditentukan oleh penguasaan ilmu dan profesi pustakawan (kepustakawanan).

Dengan kompetensi yang dimiliki, pustakawan harus bisa bekerja secara profesional. Pustakawan juga perlu terus meningkatkan kompetensinya agar dapat mengikuti perkembangan zaman, dan memberikan yang terbaik untuk pemustakanya dengan prestasi dan sikap kerja yang memuaskan.

Sumber bacaan:
Perpustakaan Nasional RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2008.

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Cet. 5. Jakarta: Kencana, 2008.



Selasa, 21 Januari 2020

ANALISIS SITIRAN DALAM BIBLIOMETRIKA


ANALISIS SITIRAN DALAM BIBLIOMETRIKA

 Oleh:
Iskandar
(Pustakawan Ahli Madya Universitas Hasanuddin)

Tulisan singkat ini mencoba memberi gambaran tentang analisis sitiran dalam bibliometrika. Pustakawan atau calon pemustaka dapat mengambil manfaat dari penelitian yang terkait bibliometrika yaitu analisis sitiran. Hasil penelitian yang terkait analisis sitiran akan sangat berguna sebagai pedoman dalam menentukan seleksi bahan pustaka di perpustakaan.

Bibliometrika merupakan salah satu kajian dalam ilmu perpustakaan. Bibliometrika dalam beberapa kajian teori literatur membaginya menjadi dua kata yaitu biblio yang artinya buku atau literatur dan metrika yang berkaitan dengan mengukur (angka). Jadi bibliometrika adalah ilmu yang terkait dengan literatur atau koleksi yang dinilai atau diukur dengan menggunakan angka. Itulah sebabnya penelitian yang terkait dengan literatur disebut bibliometrik atau bibliometrika, dan selalu menggunakan angka (kuantitatif) dalam mengolah dan menganalisis datanya.

Salah satu bagian kajian bibliometrika adalah analisis sitiran. Istilah sitiran bisa diartikan sebagai kutipan atau sitasi. Pada prinsipsinya, tulisan ilmiah perlu mengutip atau mensitasi tulisan orang lain agar tulisan ilmiah tersebut layak dan dapat dipertanggungjawabkan.

Terkait dengan analisis sitasi dalam bibliometrik agar dapat menjadi karya ilmiah yang bermanfaat  maka perlu dipahami ranah analisis sitasi dalam bibliometrika yang dapat diteliti yaitu:
  1. Produktivitas penulis dalam suatu literatur seperti jurnal, makalah, buku, dan artikel.
  2. Jumlah artikel per-penulis
  3. Artikel per-tahun
  4. Artikel per-penulis per-tahun
  5. Pola kepengarangan yang disitir
  6. Jenis referensi yang digunakan dan disitir
  7. Topik-topik yang banyak diteliti dan disitir
  8. Identifikasi bahasa literatur yang disitir
  9. Ketersediaan literatur yang disitir
  10. Sumber sitiran
  11. Ruang lingkup sitiran
  12. Karakter literatur yang disitir
 Ranah analisis sitiran di atas dapat dikembangkan menjadi penelitian kuantitatif yang memiliki manfaat untuk:
  1. Menilai karya agar lebih berkualitas atau berbobot
  2. Menilai kelayakan suatu karya tulis
  3. Mengetahui tren tulisan
  4. Mengetahui ide tulisan dan konsepnya termasuk memberikan penghargaan terhadap keaslian karya seseorang
  5. Dapat menjadi bahan dalam pengambilan kebijakan terhadap suatu karya
  6. Dapat mengetahui keaktifan atau produktivitas penulis.
  7. Menjadi dasar dalam berargumen terhadap suatu topik tulisan
  8. Dapat mengidentifikasi metodologi, pendekatan, dan latar belakang suatu karya
  9. Mampu mengoreksi, menilai, mengkritik suatu karya
  10. Sebagai pedoman dalam menentukan seleksi bahan pustaka di perpustakaan
 Pustakawan termasuk peneliti dapat menggunakan analisis sitiran ini sebagai suatu bentuk topik penelitian yang menarik untuk direalisasikan. Penelitian terkait analisis sitiran ini merupakan bagian penelitian bibliometrik yang dapat dijadikan penelitian yang bermanfaat untuk menentukan kebijakan seleksi bahan pustaka di perpustakaan misalnya, setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa ada koleksi yang terbanyak disitir oleh pemustaka (user) maka koleksi yang banyak disitir tersebut yang jadi prioritas diadakan/dibeli di perpustakaan.